Arti Penting Membaca

Jika orang mengatakan buku adalah jendela dunia, maka membaca adalah cara membuka jendela tersebut. Buku dalam konteks kini nampaknya tidak lagi diartikan sebagai lembaran kertas yang penuh tulisan dan dijilid.

Terapi Menulis Hilangkan Stress

Masih ingatkah Anda kisah-kisah sedih yang dulu sering Anda bagi dengan catatan harian Anda? Mungkin Anda masih bisa merasakan kenyamanan setelah menuangkan pikiran dan isi hati. Apakah Anda sudah berhenti menulis catatan harian karena merasa tidak cocok lagi dengan usia Anda? Hal ini tidak benar, tidak ada batasan usia untuk menulis.

Kelebihan Puisi dan Filsafat

Tentunya kita semua tahu bahwa kalau berbicara kelebihan, pasti semua di dunia ini memiliki kelebiha dan kekurangan, tapi di sini penulis tidak ingin melihat kekurangan dalam setia sesuatu, agar kelebihan selalu berpihak kepada kita.

Rabu, 11 Juni 2014

Kelebihan Puisi dan Filsafat

Oleh: Matroni el-Moezany*
Tentunya kita semua tahu bahwa kalau berbicara kelebihan, pasti semua di dunia ini memiliki kelebiha dan kekurangan, tapi di sini penulis tidak ingin melihat kekurangan dalam setia sesuatu, agar kelebihan selalu berpihak kepada kita.
Sastra dalam hal ini adalah puisi merupakan ekspresi kreatif dari renungan sastrawan terhadap kehidupan masyarakat, jadi yang menjadi terekspresi bisa berupa hiburan, pencerahan, komentas atas situasi, rangkuman, potret keadaan, karikatur, symbolisme, ekspresi tragedy atau tragis dengan mini kata pertunjukan. Jadi dalam hal ini sastrawan melahirkan ide-ide pencerahan dan pembaruan.
Kelebihan puisi yang bersumber pada imajinasi terletak pada kemampuannya tidak hanya menjadi model identifikasi, tapi juga bagaimana mendorong kita membuat konstruksi mengenai “aku” lebih luas dari kerangka model-model psikologi.
Puisi adalah sebuah pesta atau “perayaan” dari realitas. Filsafat adalah discovery, yang lalu dipresentasikan dalam sistematisasi rasional. Puisi dan filsafat memliki kesamaan dalam usaha mengekspresikan berbagai “kebenaran” kehidupan kita, termasuk kejiwaan, hidup batin, gejolak tulus dari rasa maupun nurani. Bedanya, kalau puisi menggunakan medium bahasa konvensi padat dan gumpalan kata-kata serti berfungsi sebagai “perayaan”, sedangkan filsafat lebih bagaimana memaparkan dan mengurai kebenaran secara sistematis-rasional.
Sastrawan, sebagai tuan atas hidup batin (rasa dan imaji), lalu mengekspresikan lewat kata-kata. Kata-kata menjadi model dari kehidupan batin dan pribadi kita sebagai orang selalu peka terhadap realitas. Puisi merupakan bentuk rekaan atau imajinasi yang bisa membahasan kehidupan batin atau masyarakat menjadi hidup privat.
Di sisi yang lain sastrawan tampil, untuk mengekspresikan imajinasi dirinya, renungannya mengenai kehidupan masyarakat, atau di pihak lain, lebih jauh melangkah berktekad ingin menyodorkan, mencerahkan atau “menjatuhkan kerikil di danau tenang yang lalu membuat pendar gelombang di atas air danau itu, semakin banyak yang menjatuhkan kerikil, maka semaki gelombang-gelombang itu menjadi banyak dan ketenangan danau diguncang-bangun”.
Sepertinya para sastrawan menjadi dokter yang bisa menyembuhkan orang sakit. Menurut bidan Soctates dalam melahirkan kesadaran mengenai keindahan dan kebenaran. Dalam bersikap sastrawan menghadapi komplikasi hak kemerdekaan ekspresi, maka ketika terjadi konflik kepentingan antara kebebasan sastrawan dan aturan, bahasa structural kepastian tentang tanggungjawab terhadap peradaban masyarakat seringkali masung kreativitasnya.
Dalam hal ini, sastrawan harus memilik kesadaran untuk menjadi komentator kehidupan social atau mengajak masyarakat untuk tidak hanya pada satu gelombang nilai hedonis-materialistis dan kemabli pada dasar religiusitas, solidaritas pada yang sengsara dan papa dari sesame dan hormat pada mertabat sesama manusia. Namun, semua ini tidak akan bisa terolah menjadi matang sebagai ucapan kejujuran nurani sastrawan-sastrawan, jika proses kreativitas di batasi. Maka, jika di batasi, sastra yang kreativ akan sama posisinya dengan kesenian pesanan yang telah diatur dan direkayasa oleh pengaturnya.
Artinya kita harus sadar akan kesadaran dunia ini bahwa kesadaran bernilainya setiap manusia sebagai sesama manusia. Maka, wilayah kebebasan berkreasi lalu menjadi wilayah yang subjektifitas manusia. Sosiolog Max Weber memberi cara bagaimana memahami subjektifitas individu dalam realitas social itu dengan metode verstehen, pemahaman subjektivitas seseorang lewat tindakan-tindakannya yang dicoba mengerti dampak sosialnya.
Dengan melihat fenomena tersebut, kita melihat bahwa tempat-tempat “kebebasan berekspresi” adalah wilayah “kesucian” hak asasi manusia. Sementara pengaturan terhadapnya baru relevan kalau hasil kebebasan berkreasi itu mulai masuk ke wilayah sosialitas manusia atau wilayah hidup bersama. Maka kita membutuhkan penjernihan pembedaan ini harus dipertajam batasnya. Kalau batas “wilayah subjek” dan “wilayah sosial” atau “objektifitas” manusia, maka akan jelas pengaturannya. Singkatnya, wilayah subjek masyarakat (sastrawan) adalah wilayah hak dan kebebasan untuk berkreasi dalam hal ini seni, puisi dan filsafat. Sedang pada saat kreasi itu dimasyarakatkan atau dipublikasikan ke masyarakat, maka kita mulai memasuki wilayah sosialitas dan objektivitas tadi.
Dengan membedakannya, kita bisa menarik benang merah bahwa kesadaran menjadi sangat penting kita tanam sebagai alat untuk mengolah rasa. Artinya rasa dalam hal ini menjadi penting juga, karena dengan adanya ruang rasa sastrawan lebih sensitive terhadap diri dan sekitarnya sebagai inspirasi kreatif. Dan sebagai renungan “sepertinya aku tak bisa mengurai detik yang begitu rapat di apit gelombang”.
*Penulis adalah mahasiswa Aqidah dan Filsafat fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga dan menjadi pemerhati sastra dan budaya Kutub.

TERAPI MENULIS HILANGKAN STRES

Masih ingatkah Anda kisah-kisah sedih yang dulu sering Anda bagi
dengan catatan harian Anda? Mungkin Anda masih bisa merasakan
kenyamanan setelah menuangkan pikiran dan isi hati. Apakah Anda sudah
berhenti menulis catatan harian karena merasa tidak cocok lagi dengan
usia Anda? Hal ini tidak benar, tidak ada batasan usia untuk menulis.
Menurut Karen Baikie, seorang clinical psychologist dari University of
New South Wales, menuliskan peristiwa-peristiwa traumatik, penuh
tekanan serta peristiwa yang penuh emosi bisa memperbaiki kesehatan
fisik dan mental.

Dalam studinya, Baikie meminta partisipan menulis 3 -- 5 peristiwa
yang penuh tekanan selama 15 -- 20 menit. Hasil studi menunjukkan,
mereka yang menuliskan hal tersebut mengalami perbaikan kesehatan
fisik dan mental secara signifikan dibandingkan dengan mereka yang
menulis topik-topik yang netral. Menurut Baikie, terapi menulis
ekpresif ini akan meningkatkan kadar stres, suasana hati yang negatif,
gejala-gejala fisik, serta penurunan suasana hati yang positif di
tahap awal. Akan tetapi, dalam jangka panjang, banyak studi yang telah
menemukan bukti mengenai manfaat terapi menulis bagi kesehatan. Para
partisipan melaporkan merasa lebih baik, secara fisik maupun mental.

Dalam jangka panjang, terapi menulis bisa mengurangi kadar stres,
meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, mengurangi tekanan darah,
memperbaiki fungsi paru-paru, fungsi lever, mempersingkat waktu
perawatan di rumah sakit, meningkatkan mood, membuat penulis merasa
jauh lebih baik, serta mengurangi gejala-gejala trauma. Terapi ini,
bisa bermanfaat bagi orang yang memunyai berbagai masalah kesehatan.
"Partisipan yang menderita asma dan rematik arthritis menunjukkan
adanya perbaikan fungsi paru-paru setelah melakukan tes laboratorium,"
kata Baikie.

Menulis, menurut peneliti dari Universitas Texas, James Pennebaker,
bisa memperkuat sel-sel kekebalan tubuh yang dikenal dengan
T-lymphocytes. Pennebaker meyakini, menuliskan peristiwa-peristiwa
yang penuh tekanan akan membantu Anda memahaminya. Dengan begitu, akan
mengurangi dampak penyebab stres terhadap kesehatan fisik Anda.

Dengan menulis, Anda mengasah otak kiri yang berkaitan dengan analisis
dan rasional. Saat Anda melatih otak kiri, otak kanan Anda akan bebas
untuk mencipta, mengintuisi, dan merasakan. Singkatnya, menulis bisa
menyingkirkan hambatan mental Anda dan memungkinkan Anda menggunakan
semua daya otak untuk memahami diri Anda, orang lain, serta dunia
sekitar Anda dengan lebih baik.

Apalagi yang Anda tunggu? Mulailah menulis dan rasakan manfaat-manfaat
berikut ini.

1. Menjernihkan pikiran dan perasaan.

Apakah Anda pernah merasa terpuruk, tidak yakin dengan apa yang Anda
rasakan? Luangkan beberapa menit waktu Anda dan mulailah menuliskan
pikiran-pikiran dan emosi Anda. Tidak perlu diedit. Anda akan semakin
memahami dunia internal Anda dan merasa lebih baik.

2. Mengenali diri Anda lebih baik.

Dengan menulis secara teratur, Anda akan lebih memahami apa yang
membuat Anda gembira dan percaya diri. Anda juga akan semakin memahami
situasi dan orang-orang yang bisa meracuni Anda. Informasi ini akan
sangat penting bagi kesehatan emosional Anda.

3. Mengurangi stres.

Menulis mengenai kemarahan, kesedihan, serta emosi menyakitkan lainnya
bisa membantu meredakan intensitas perasaan negatif itu sendiri.
Dengan begitu, Anda akan merasa lebih tenang dan tetap menjalani hidup
dengan lebih baik.

4. Memecahkan masalah dengan lebih efektif.

Biasanya kita memecahkan masalah dengan menggunakan otak kiri,
perspektif analitis. Tapi, kadang-kadang kita bisa menemukan jawaban
dengan melibatkan kreativitas dan intuisi otak kanan. Menulis akan
membuka kemampuan-kemampuan lainnya dan memungkinkan hadirnya solusi
baru yang bisa memecahkan masalah.

5. Mengatasi kesalahpahaman dengan orang lain.

Ketidaksepahaman yang tidak bisa dipecahkan dengan kata-kata ucapan
bisa diselesaikan melalui tulisan. Dengan menulis, Anda akan lebih
bisa memahami poin masing-masing. Dengan begitu, Anda bisa menemukan
resolusi yang lebih tepat.

Cara memulai:

1. Anda tidak harus datang ke terapis. Lakukan sendiri dengan menulis
   secara rutin setiap hari selama 20 menit.
2. Mulailah dengan menulis apa saja, di mana saja, dan lupakan tanda
   baca atau ejaan kata yang benar.
3. Carilah tempat yang tepat. Privasi merupakan kunci utama jika Anda
   menulis tanpa disensor.
4. Menulislah dengan cepat, seolah-olah kegiatan ini membebaskan otak
   Anda dari segala keharusan dan hambatan-hambatan.

Melalui tulisan, Anda bisa menemukan teman yang selalu menerima tanpa
menghakimi. Terapi ini juga mudah dilakukan kapan saja dan di mana
saja.
Media Indonesia 

Arti Penting Membaca

http://ww2.sinaimg.cn/large/70e58c89tw1eg8zf5aldej21dc0w9zvq.jpg 
Jika orang mengatakan buku adalah jendela dunia, maka membaca adalah cara membuka jendela tersebut. Buku dalam konteks kini nampaknya tidak lagi diartikan sebagai lembaran kertas yang penuh tulisan dan dijilid. Perkembangan teknologi informasi telah memperluas arti dari buku, termasuk buku digital yang dengan mudah dibaca dengan Kindle keluaran Amazon atau iPad besutan Apple, dan halaman-halaman di Internat.
Dengan membaca kita bisa mengetahui banyak hal dan perspektif. Membaca juga membuka pikiran kita. Dengan membaca kita tidak lagi jumud alias kaku dan keukeuh hanya pada satu perspektif tanpa mau membuka diri terhadap pendapat berbeda. Membaca juga memperkaya imajinasi dan menjadikan kita menjadi lebih kreatif.
Dalam surat Al-Alaq, kata iqra’ sebanyak dua kali, dalam ayat pertama dan ketiga. Qurash Shihab (2006) dalam bukunya Membumikan Al-Qur’an menjelaskan bahwa perulangan ini mengindikasikan bahwa membaca memang harus dilakukan terus menerus, bahkan berulang untuk bacaan yang sama pun tidak sedikit pun memberikan kerugian. Membaca sesuatu secara berulang dapat menghadirkan pemahaman baru, dengan memberikan tafsir baru atas bacaan.
Sata teringat seorang kawan, sewaktu saya masih di bangku kuliah S1 dan sering aktif di Masjid Mujahidin di Banding, yang mempunyai komitmen untuk meluangkan waktu minimal 30 menit per hari untuk membaca buku. Dia merasa berdosa kalau komitmen ini tidak tertunaikan. Luar biasa! Saya tahu betul kawan tersebut memang menjaga komitmen. Sudah lama saya tidak kontak dengan dia sejak kepindahan saya dari Bandung tahun 1997. Kabar terakhir yang saya dengar, dia sekarang menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung.
Komitmen dia terus terang menginspirasi saya pada saat itu. Komitmen nyatanya adalah dengan misalnya mengalokasikan uang untuk beli buku minimal satu buah dalam satu bulan. Sampai saat ini pun, cerita tentang kawan tersebut sering saya putar ulang setiap kali menyemangati mahasiswa untuk gemar membaca.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa peradaban sebuah masyarakat akan sangat ditentukan oleh bacaan generasi mudanya beberapa tahun sebelumnya. Persis dengan ketika madinatul munawwarah terbetuk setelah 20 tahun Nabi Muhammad menerima wahu pertama. Kualitas bacaan akan sangat menentukan pola pikir pembacanya. Untuk menilai manfaat bacaan, seringkali kita harus berpikir lateral, melihat dibalik teks dan gambar. Meskipun dapat dibuat perbandingan yang cukup mudah, bahkan bahan bacaan yang satu lebih bermanfaat dibanding bahan bacaan yang lain. Sebuah novel dan cerita bergambar, jika dikemas dengan baik dan syarat pesan bahkan kadang lebih memudahkan dalam penyampaian nilai-nilai. Dan, sebaliknya, tulisan serius tetapi dikemas dengan kurang pas (misal, cenderung menghujat), tentu akan lebih sulit membentuk pola pikir pembacanya. Bagi saya, apapun yang kita baca, harusnya kita selalu kritis terhadap ide-ide yang muncul dalam bahan bacaan.
Menjadi Dosen